Selasa, 22 September 2015

Rasa Itu

Rasa...
Makna rasa seringkali membuai dan menafikan diri. Rasa sering juga disalah artikan oleh perasa.Oleh karena itu menjadi perasaan.Apa sesungguhnya rasa... apa sesungguhnya perasaan.

Banyak makna tersirat yg pada akhirnya membingungkan rasa itu sendiri.Kadang kita terseret oleh rasa yg tersirat.Sampai akhirnya terjerat bahkan sampai terikat oleh rasa yg menjadi perasaan.

Banyak hal yg mempengaruhi rasa yg hadir didalam perasaan.Salah mengartikan apa yg dirasa.Mungkin karena kurang mengenal rasa dan perasaan.Maka dari itu,sebaiknya cobalah mengenal rasa dan perasaan.

Berbicara tentang rasa,sungguh kiranya sudah diciptakan lidah untuk merasa.Tapi kenapa perasaan itu bukan di lidah tapi di hati.Kenapa hati yg merasakan,bukankah tugas lidah sebagai perasa.

Lidah sebagai indera perasa untuk mengecap manis,asam,asin dan pahit makanan.Berbeda dengan hati yg seolah merasakan manis,asam,asin dan pahit kehidupan.Seolah bermajas antara lidah dan hati.

Jika kembali ke fungsi sebenarnya,memang menempatkan perasaan di hati menjadi seolah bukan sebenarnya.akhiran an di kata perasaan mengindikasikan bukan rasa sebenarnya,tetapi rasa yg seolah-olah ada.Maka dari itu,seringkali perasaan itu menipu.

Jika kita memahami maksud penciptaan diri,maka kita akan mengetahui apa yg nyata apa yg tak nyata.Jika rasa sewajarnya di indra perasa,dan perasaan mungkin tak seharusnya di hati.

Biarlah semua kembali kepada Sang Khalik,Sang Pencipta,Alloh SWT.Kita sebagai manusia diberi akal dan pikiran untuk selalu melihat tanda-tanda KekuasaanNya.

Teringat ungkapan "JANGAN BERMAIN HATI... HATI-HATI DENGAN HATI..." ada pertanyaan... Kenapa Alloh menciptakan hati yg mudah patah... karena Alloh menginginkan jangan apapun hal memakai hati untuk mencerna,salah sangka bisa menjadi penyakit hati.

Kecewa karena anggapan diri sendiri,sakit karena tidak bisa menerima dan luka karena perasaan kita sendiri.Keinginan adalah sumber penderitaan.Yang kita inginkan belum tentu yg kita butuhkan.Apa yg kita rasa baik buat kita belum tentu baik menurut Alloh SWT.

Kenyataan itu menjadi pahit karena kita tidak bisa menerimanya.Maka berlapang dada atas apapun yg terjadi.Menerima semua yg sudah menjadi kehendak Alloh SWT.Jika Alloh SWT sudah berkehendak,KUN FAYAKUN "Jadi... maka terjadilah".

Ciledug... dini hari

Senin, 21 September 2015

Ceritanya Pemimpin

Ceritanya hari ini temanya pemimpin,tadi abis becandaan ama teman di bbm yg akhirnya mendapat kriteria pemimpin idaman.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yg senantiasa berusaha mensejahterakan anak buahnya berusaha untuk subjektif,objektif tanpa bermaksud offensive. Kerja lebih dapat lebih.
Selalu menjaga semangat dan mentalitas anak buahnya.Sehingga setiap kali bekerja mereka melakukan pekerjaannya dengan suka cita.Karena apa yg mereka kerjakan itu yg mereka tuai hasilnya.
Pemimpin melihat dari kemampuan dan kemauan untuk selalu berkembang.Tanpa melihat unsur kedekatan,persaudaraan atau bahkan Ras dan golongan.Yang memang berhak dapat lebih yaa Wajib hukumnya memberi lebih.

Alloh SWT melihat manusia sama yg membedakan hanya takwanya.Sudah sepantasnya pemimpin melihat anak buahnya sama hanya yg membedakan prestasi kerjanya.
Pada dasarnya jabatan yg diberikan ke pemimpin adalah dari Alloh SWT. Alloh yg kuasa memberikan jabatan,Alloh juga yg mencabut jabatan itu. Intinya saat diberi jabatan HARUS amanah.Ingat Yang amanah biar berkah.

Kenapa dari tadi saya menyebut anak buah bukan bawahan. Kalau anak buah sudah semestinya diperlakukan sebagai anak... dididik,dirawat,dijaga dan jika salah ditegur.Dan jika berprestasi diberi hadiah.Buahnya sang pemimpin juga yg merasakan,karena apapun keberhasilan anak buah,pemimpin akan merasakan efek keberhasilannya.

Jika dianggap bawahan,maka akan melihat lebih rendah karena posisinya dibawah.Mungkin karena dibawah bisa terinjak,tertindas atau bisa diperlakukan seenaknya.
Dan pemimpin yg baik utamanya dilihat dari agamanya.Semakin baik agamanya maka Insya Alloh pemimpin itu takut sama Alloh,sehingga dia tidak Khianat.

Pemimpin yg baik adalah Kepala bukan Boss... Kepala akan berkata ayo kerja dengan mencontohkan dan ikut bekerja dan lebih bersifat mengajak.
Sedangkan kalau Boss akan berkata kerjakan itu tanpa ikut andil mencontohkan bahkan bertindak menyuruh.Karena merasa atasan berhak menyuruh bawahan yg berada di bawahnya.
Dan pemimpin yg baik adalah mau mengakui kekurangannya.Meminta maaf atas kesalahannya dan selalu menjadi lebih baik untuk anak buahnya.

Itulag sosok pemimpin yg saya rindukan. Kalau saya belum menjadi pemimpin,saya baru jadi pemimpi... Masih kurang Huruf "N" nya...
Lalu ada teman yg bertanya... apa huruf "N" nya. N adalah saya masih kurang Nyolat 5 waktu,saya masih kurang Nyabarnya,dan yg jelas masih kurang NASIB nya.

Selasa, 15 September 2015

Belajar Dari Amirul Mukminin UMAR Bin KHATTAB

Nasihat Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra

Khalifah Umar bin Khattab ra adalah legenda kepemimpinan dan ketaqwaan, masa mudanya berada dalam kerusakan. Sebagai preman paling ditakuti di Pasar Ukaz di Kota Mekkah pada saat itu.

Dan setelah menerima hidayah Islam beliau berubah 180 derajat. Namanya kini melegenda menempati urutan ke 51 sebagai orang yang paling berpengaruh sepanjang masa menurut penulis barat terkenal bernama Michael H. Hart.

Berikut nasihat-nasihatnya yang sangat berharga.

Barangsiapa takut kepada Allah SWT nescaya tidak akan dapat dilihat kemarahannya. Dan barangsiapa takut pada Allah, tidak sia-sia apa yang dia kehendaki. ~ Sayidina Umar bin Khattab

Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya. Orang yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina. Orang yang mencintai akhirat, dunia pasti menyertainya.Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga. ~ Sayidina Umar bin Khattab.

Manusia yang berakal ialah manusia yang suka menerima dan meminta nasihat.-Umar bin Khatab.

Umar bin Khattab: “duduklah dengan orang-orang yang bertaubat, sesungguhnya mereka menjadikan segala sesuatu lebih berfaedah.” (Tahfdzib Hilyatul Auliya I/71)

Umar bin Khattab: “Kalau sekiranya kesabaran dan syukur itu dua kendaraan, aku tak tahu mana yang harus aku kendarai.” (Al Bayan wa At Tabyin III/ 126)

Umar bin Khattab: “Sesungguhnya kita adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya.” (Ihya’ Ulumuddin 4/203)

Umar bin Khattab: “Hendaklah kalian menghisab diri kalian pada hari ini, karena hal itu akan meringankanmu di hari perhitungan.” (Shifatush Shafwah, I/286)

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar. ~ Khalifah ‘Umar Bin Khattab

Orang yang paling aku sukai adalah dia yang menunjukkan kesalahanku. ~ Khalifah ‘Umar

Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah.Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik daripada sabar. ~ Sayidina Umar bin Khattab

Barangsiapa yang jernih hatinya, akan diperbaiki Allah pula pada yang nyata di wajahnya.-Umar bin Khatab

Barangsiapa menempatkan dirinya di tempat yang dapat menimbulkan persangkaan, maka janganlah menyesal kalau orang menyangka buruk kepadanya.-Umar bin Khattab

Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah-lembut.-Umar bin Khattab

Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.-Umar bin Khatab

Kesederhanaan Sayyidina Umar.

Sebagai seorang khalifah pengganti Sayyidina Abu bakarr.a pada tahun 634 H kekuasaan islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).

Keberhasilan Sayyidina Umar bin Khattab dalam menaklukan imperium besar (Persia dan Romawi) tidak lepas dari sosoknya yang tegas, dan sangat bersahaja. Berikut di kisahkan beberapa contoh teladan dari Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin Khattab r.a.

Hurmuzan dan Sayyidina Umar bin Khattab r.a

Dengan ditemani Sayyidina Anas Bin Malik, Hurmuzan datang dengan kebesaran dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki Madinah dengan menampilkan keagungan dan kemuliaan seorang raja. Perhiasan yang bertatah permata melekat di dahi. Sementara mantel sutra yang mewah menutupi pundaknya.Sementara itu sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia menggantung disabuknya. Ia bertanya-tanya dimana Amirul Mu’minin bertempat tinggal. Ia membayangkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab yang kemasyhurannya tersebar keseluruh dunia pasti tinggal di Istana yang sangat megah.

Sampai di Madinah mereka langsung menuju tempat kediaman Umar. Tetapi mereka diberitahu bahwa Umar sudah pergi ke Masjid sedang menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke Masjid. Tetapi tidak juga bertemu Umar. Melihat rombongan itu, anak-anak di Madinah mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul Mu’minin sedang tidur di beranda kanan masjid dengan menggunakan mantelnya sebagai bantal seorang diri.
Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukan bahwa Umar adalah lelaki yang berpakaian seadanya yang tidur di Masjid itu. Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya, tetapi memang itulah kenyataannya.

Sambil berdecak kagum Hurmuzan mengatakan, “Engkau, wahai Umar, telah memerintah dengan adil, lalu engkau aman dan engkau pun bisa tidur dengan nyaman”.

Tunjangan Untuk Khalifah Umar bin Khattab

Tatkala ‘Umar ibn al-Khaththâb r.a. diangkat menjadi Khalifah, ditetapkanlah baginya tunjangan sebagaimana yang pernah diberikan kepada Khalifah sebelumnya, yaitu Abû Bakar r.a. Pada suatu saat, harga-harga barang di pasar mulai merangkak naik. Tokoh-tokoh Muhajirin seperti ‘Utsmân, ‘Alî, Thalhah, dan Zubair berkumpul serta menyepakati sesuatu. Di antara mereka ada yang berkata, “Alangkah baiknya jika kita mengusulkan kepada ‘Umar agar tunjangan hidup untuk beliau dinaikkan.Jika ‘Umar menerima usulan ini, kami akan menaikkan tunjangan hidup beliau.”‘

Alî kemudian berkata, “Alangkah bagusnya jika usulan seperti ini diberikan pada waktu-waktu yang telah lalu.”Setelah itu, mereka berangkat menuju rumah ‘Umar. Namun, Utsmân menyela seraya berkata, “Sebaiknya usulan kita ini jangan langsung disampaikan kepada ‘Umar. Lebih baik kita memberi isyarat lebih dulu melalui puteri beliau, Hafshah. Sebab, saya khawatir, ‘Umar akan murka kepada kita.”Mereka lantas menyampaikan usulan tersebut kepada Hafshah seraya memintanya untuk bertanya kepada ‘Umar, yakni tentang bagaimana pendapatnya jika ada seseorang yang mengajukan usulan mengenai penambahan tunjangan bagi Khalifah ‘Umar.“Apabila beliau menyetujuinya, barulah kami akan menemuinya untuk menyampaikan usulan tersebut. Kami meminta kepadamu untuk tidak menyebutkan nama seorang pun di antara kami,” demikian kata mereka.Ketika Hafshah menanyakan hal itu kepada ‘Umar, beliau murka seraya berkata, “Siapa yang mengajari engkau untuk menanyakan usulan ini?”Hafshah menjawab, “Saya tidak akan memberitahukan nama mereka sebelum Ayah memberitahukan pendapat Ayah tentang usulan itu.

Umar kemudian berkata lagi, “Demi Allah, andaikata aku tahu siapa orang yang mengajukan usulan tersebut, aku pasti akan memukul wajah orang itu.”Setelah itu, ‘Umar balik bertanya kepada Hafshah, istri Nabi saw., “Demi Allah, ketika Rasulullah saw. masih hidup, bagaimanakah pakaian yang dimiliki oleh beliau di rumahnya?”Hafshah menjawab, “Di rumahnya, beliau hanya mempunyai dua pakaian. Satu dipakai untuk menghadapi para tamu dan satu lagi untuk dipakai sehari-hari.”‘Umar bertanya lagi, “Bagaimana makanan yang dimiliki oleh Rasulullah?”Hafshah menjawab, “Beliau selalu makan dengan roti yang kasar dan minyak samin.”‘Umar kembali bertanya, “Adakah Rasulullah mempunyai kasur di rumahnya?”Hafshah menjawab lagi, “Tidak, beliau hanya mempunyai selimut tebal yang dipakai untuk alas tidur di musim panas. Jika musim dingin tiba, separuhnya kami selimutkan di tubuh, separuhnya lagi digunakan sebagai alas tidur.”‘
Umar kemudian melanjutkan perkataannya, “Hafshah, katakanlah kepada mereka, bahwa Rasulullah saw. selalu hidup sederhana. Kelebihan hartanya selalu beliau bagikan kepada mereka yang berhak. Oleh karena itu, aku punakan mengikuti jejak beliau. Perumpamaanku dengan sahabatku—yaitu Rasulullah dan Abû Bakar—adalah ibarat tiga orang yang sedang berjalan. Salah seorang di antara ketiganya telah sampai di tempat tujuan, sedangkan yang kedua menyusul di belakangnya. Setelah keduanya sampai, yang ketiga pun mengikuti perjalanan keduanya. Ia menggunakan bekal kedua kawannya yang terdahulu. Jika ia puas dengan bekal yang ditinggalkan kedua kawannya itu, ia akan sampai di tempat tujuannya, bergabung dengan kedua kawannya yang telah tiba lebih dahulu. Namun, jika ia menempuh jalan yang lain, ia tidak akan bertemu dengan kedua kawannya itu di akhirat.”(Sumber: Târîkh ath-Thabarî, jilid I, hlm. 164).

Sayyidina Umar dan Rakyat Yang Kelaparan

Suatu malam, Sang Khalifah menemukan sebuah gubuk kecil yang dari dalamnya nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat ada seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya.Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah! Sebentar lagi makanannya akan matang.”

Selagi Umar memerhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan sebentar lagi akan matang.Umar menjadi penasaran. Setelah memberi salam dan meminta izin, dia memasuki gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu, “Mengapa anak-anak Ibu tak berhenti menangis?”

“Itu karena mereka sangat lapar,” jawab si ibu.
 “Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak sedari tadi itu?”

“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.”

“Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.

“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya.

“Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar.

“Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu.

“Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu.

“Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.”

Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!”

Pada malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk memasak.

Maka, ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini. Umar berpesan agar ibu itu datang menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Baitul Mal.
 
Setelah keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya pergi untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu menyaksikan bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri, Khalifah Umar bin Khattab.
 
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.

Menggali Parit Seorang Diri

Umar bin Khattab tidak saja di kenal sebagai khalifah yang berwibawa, tapi juga sederhana dan merakyat. Untuk mengetahui keadaan rakyatnya, Umar tak segan-segan menyamar jadi rakyat biasa.

Ia sering berjalan-jalan ke pelosok desa seorang diri. Pada saat seperti itu tak seorang pun mengenalinya bahwa ia sesungguhnya kepala pemerintahan. Kalau ia menjumpai rakyatnya sedang kesusahan, ia pun segera memberi bantuan.

Umar sadar, apa yang ada di tangannya saat itu bukanlah miliknya melainkan milik rakyat. Untuk itu Umar melarang keras anggota keluarganya berfoya-foya. Ia selalu berhemat dalam menggunakan keperluannya sehari-hari. Karena hematnya, untuk menggunakan lampu saja keluarga amirul mukminin ini amat berhati-hati. Lampu minyak itu baru dinyalakan bila ada pembicaraan penting. Jika tidak, lebih baik tidak pakai lampu.

“Anak-anakku, lebih baik kita bicara dalam gelap. Sebab, minyak yang digunakan untuk menyalakan lampu ini milik rakyat!” sahut khalifah ketika anaknya ingin bicara di tengah malam.

Dalam hidupnya, Umar senantiasa memegang teguh amanat yang diembankan rakyat di pundaknya. Pribadi Umar yang begitu mulia terdengar dimana-mana. Seluruh rakyat sangat menghormatinya. Rupanya, cerita tentang keagungan Khalifah Umar ini terdengar pula oleh seorang raja negara tetangga. Raja tertarik dan ingin sekali bertemu dengan Umar.

Maka pada suatu hari dipersiapkanlah tentara kerajaan untuk mengawalnya berkunjung ke pemerintahan Umar. Ketika raja itu sampai di gerbang kota Madinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk menggali parit dan membersihkan got di pinggir jalan. Lalu, di panggilnya laki-laki itu.

“Wahai saudaraku!” seru raja sambil duduk di atas pelana kuda kebesarannya.

“Bisakah kau menunjukkan di mana letak istana dan singgasana Umar?” tanyanya kemudian. Lelaki itu segera menghentikan pekerjaannya. Lalu, ia memberi hormat.

“Wahai Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?” si penggali parit balik bertanya.” Umar bin Khattab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan gagah berani,” kata raja. Lelaki penggali parit itu tersenyum. “Tuan salah terka. Umar bin Khattab kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan singgasana seperti yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” terang si penggali parit,”.

“Ah benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang terkenal agung seantero negeri itu tak punya istana?” raja itu mengerutkan dahinya.

“Tuan tidak percaya? Baiklah, ikuti saya,” sahut penggali parit itu.

Lalu diajaknya rombongan raja itu menuju “istana” Umar. Setelah berjalan menelusuri lorong-lorong kampung, pasar, dan kota, akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana. Diajaknya tamu kerajaan itu masuk dan dipersilakannya duduk. Penggali parit itu pergi ke belakang dan ganti pakaian. Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu. 

“Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan Umar!”kata raja itu tak sabar.

Penggali parit tersenyum. “Tuan raja, tadi sudah saya katakan bahwa Umar bin Khattab tidak mempunyai kerajaan. Bila tuan masih juga bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini juga tuan-tuan sedang berada di dalam istana Umar!”

Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka terkejut. Sebab, rumah yang di masukinya itu tidak menggambarkan sedikitpun sebagai pusat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun rapi, namun sangat sederhana.

Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan pedangnya. Lalu berdiri sambil mengacungkan pedangnya.

“Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!” ancamnya melotot.

Penggali parit itu tetap tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang berani berbohong. Bila ada, maka belum bicara pun pedang telah menebas lehernya. Letakkanlah pedang Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,” kata penggali parit. Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya kembali pada sarungnya.

Raja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si penggali parit. Antara percaya dan tidak, dipandanginya wajah penggali parit itu. Lantas, ia menebarkan kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar itu. Muncullah pelayan-pelayan dan pengawal-pengawal untuk menjamu mereka dengan upacara kebesaran. Namun, raja itu belum juga percaya.

“Benarkah ini istana Umar?”tanyanya pada pelayan-pelayan.

“Betul, Tuanku, inilah istana Umar bin Khattab,” jawab salah seorang pelayan.

“Baiklah,” katanya. Raja memang harus mempercayai ucapan pelayan itu.

“Tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan padaku, aku ingin sekali bertemu dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar sang raja.

Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit yang duduk di hadapan raja.” Yang duduk di hadapan Tuan adalah Khalifah Umar bin Khattab” sahut pelayan itu.

“Hah?!” Raja kini benar-benar tercengang. Begitu pula para pengawalnya.

“Jad…jadi, anda Khalifah Umar itu…?” tanya raja dengan tergagap.

Si penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah.

“Sejak kita pertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya Tuan sudah berhadapan dengan Umar bin Khattab!” ujarnya dengan tenang.

Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar. Ia tak menyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggir kota.

Sejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Madinah untuk mempelajari agama Islam.

Makanan Enak Untuk Khalifah

Kisah Umar bin Khattab bisa menjadi cermin bagi kita. Ketika Utbah bin Farqad, Gubernur Azerbaijan, di masa pemerintahan Umar bin Khattab disuguhi makanan oleh rakyatnya. Kebiasaan yang lazim kala itu. Dengan senang hati gubernur menerimanya seraya bertanya “Apa nama makanan ini?”. “Namanya Habish, terbuat dari minyak samin dan kurma”, jawab salah seorang dari mereka.

Sang Gubernur segera mencicipi makanan itu. Sejenak kemudian bibirnya menyunggingkan senyum. “Subhanallah” Betapa manis dan enak makanan ini. Tentu kalau makanan ini kita kirim kepada Amirul Mukminin Umar bin Khattab di Madinah dia akan senang, ujar Utbah.

Kemudian ia memerintahkan rakyatnya untuk membuat makanan dengan kadar yang diupayakan lebih enak. Setelah makanan tersedia, sang gubenur memerintahkan anak buahnya untuk berangkat ke madinah dan membawa habish untuk Khaliofah Umar bin Khattab. Sang khalifahsegera membuka dan mencicipinya. “Makanan Apan ini?” tanya Umar.

“Makanan ini namanya Habish. Makanan paling lezat di Azerbaijan,” jawab salah seorang utusan.

“Apakah seluruh rakyat Azerbaijan bia menikmati makanan ini?’, tanya Umar lagi.

“Tidak. tidak semua bisa menikmatinya”, jawab utusan itu gugup

Wajah Khalifah langsung memerah pertanda marah. Ia segera memrintahkan kedua utusan itu untuk membawa kembali habish ke negrinya. Kepada Gubernurnya ia menulis surat "makanan semanis dan seselezat ini bukan dibuat dari uang ayah dan ibumu. Kenyangkan perut rakyatmu dengan makanan ini sebelum engkau mengenyangkan perutmu”

Sayyidina Umar r.a Dimata Pemimpin Nasrani

Berita kedatangan bala bantuan kepada pasukan Muslim yang tengah mengepung kota membuat pasukan dan warga Kristen dan Yahudi yang berdiam di dalam kota menjadi ciut. Mengingat kedudukan Yerusalem sebagai kota suci, sebenarnya pasukan Muslim enggan menumpahkan darah di kota itu. Sementara kaum Kristen yang mempertahankan kota itu juga sadar mereka tidak akan mampu menahan kekuatan pasukan Muslim. Menyadari memperpanjang perlawanan hanya akan menambah penderitaan yang sia-sia bagi penduduk Yerusalem, maka Patriarch Yerusalem, Uskup Agung Sophronius mengajukan perjanjian damai. Permintaan itu disambut baik Panglima Amru bin Ash, sehingga Yerusalem direbut dengan damai tanpa pertumpahan darah setetespun.

Walaupun demikian, Uskup Agung Sophronius menyatakan kota suci itu hanya akan diserahkan ke tangan seorang tokoh yang terbaik di antara kaum Muslimin, yakni Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu. Sophronius menghendaki agar Amirul Mukminin tersebut datang ke Yerusalem secara pribadi untuk menerima penyerahan kunci kota suci tersebuit. Biasanya, hal ini akan segera ditolak oleh pasukan yang menang. Namun tidak demikian yang dilakukan oleh pasukan Muslim. Bisa jadi, warga Kristen masih trauma dengan dengan peristiwa direbutnya kota Yerusalem oleh tentara Persia dua dasawarsa sebelumnya di mana pasukan Persia itu melakukan perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan juga penajisan tempat-tempat suci. Walau orang-orang Kristen telah mendengar bahwa perilaku pasukan kaum Muslimin ini sungguh-sungguh berbeda, namun kecemasan akan kejadian dua dasawarsa dahulu masih membekas dengan kuat. Sebab itu mereka ingin jaminan yang lebih kuat dari Amirul Mukminin.

Panglima Abu Ubaidah memahami psikologis penduduk Yerusalem tersebut. Ia segera meneruskan permintaan tersebut kepada Khalifah Umar r.a. yang berada di Madinah. Khalifah Umar segera menggelar rapat Majelis Syuro untuk mendapatkan nasehatnya. Utsman bin Affan menyatakan bahwa Khalifah tidak perlu memenuhi permintaan itu karena pasukan Romawi Timur yang sudah kalah itu tentu akhirnya juga akan menyerahkan diri. Namun Ali bin Abi Thalib berpandangan lain. Menurut Ali, Yerusalem adalah kota yang sama sucinya bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi, dan sehubungan dengan itu, maka akan sangat baik bila penyerahan kota itu diterima sendiri oleh Amirul Mukminin. Kota suci itu adalah kiblat pertama kaum Muslimin, tempat persinggahan perjalanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam pada malam hari ketika beliau ber-isra’ dan dari kota itu pula Rasulullah ber-mi’raj. Kota itu menyaksikan hadirnya para anbiya, seperti Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa. Umar akhirnya menerima pandangan Ali dan segera berangkat ke Yerusalem. Sebelum berangkat, Umar menugaskan Ali untuk menjalankan fungsi dan tugasnya di Madinah selama dirinya tidak ada.

Kepergian Khalifah Umar hanya ditemani seorang pelayan dan seekor unta yang ditungganginya bergantian. Ketika mendekati Desa Jabiah di mana panglima dan para komandan pasukan Muslim telah menantikannya, kebetulan tiba giliran pelayan untuk menunggang unta tersebut. Pelayan itu menolak dan memohon agar khalifah mau menunggang hewan tersebut. Tapi Umar menolak dan mengatakan bahwa saat itu adalah giliran Umar yang harus berjalan kaki. Begitu sampai di Jabiah, masyarakat menyaksikan suatu pemandangan yang amat ganjilyang belum pernah terjadi, ada pelayan duduk di atas unta sedangkan tuannya berjalan kaki menuntun hewan tunggangannya itu dengan mengenakan pakaian dari bahan kasar yang sangat sederhana. Lusuh dan berdebu, karena telah menempuh perjalanan yang amat jauh.

Di Jabiah, Abu Ubaidah menemui Khalifah Umar. Abu Ubaidah sangat bersahaya, mengenakan pakaian dari bahan yang kasar. Khalifah Umar amat suka bertemu dengannya. Namun ketika bertemu dengan Yazid bin Abu Sofyan, Khalid bin Walid, dan para panglima lainnya yang berpakaian dari bahan yang halus dan bagus, Umar tampak kurang senang karena kemewahan amat mudah menggelincirkan orang ke dalam kecintaan pada dunia.

Kepada Umar, Abu Ubaidah melaporkan kondisi Suriah yang telah dibebaskannya itu dari tangan Romawi Timur. Setelah itu, Umar menerima seorang utusan kaum Kristen dari Yerusalem. Di tempat itulah Perjanjian Aelia (istilah lain Yerusalem) dirumuskan dan akhirnya setelah mencapai kata sepakat ditandatangani. Berdasarkan perjanjian Aelia itulah Khalifah Umar r.a. menjamin keamanan nyawa dan harta benda segenap penduduk Yerusalem, juga keselamatan gereja, dan tempat-tempat suci lainnya. Penduduk Yerusalem juga diwajibkan membayar jizyah bagi yang non-Muslim. Barang siapa yang tidak setuju, dipersilakan meninggalkan kota dengan membawa harta-benda mereka dengan damai. Dalam perjanjian itu ada butir yang merupakan pesanan khusus dari pemimpin Kristen yang berisi dilarangnya kaum Yahudi berada di Yerusalem. Ketentuan khusus ini berangsur-angsur dihapuskan begitu Yerusalem berubah dari kota Kristen jadi kota Muslim.

Perjanjian Aeliasecara garis besar berbunyi: “Inilah perdamaian yang diberikan oleh hamba Allah ‘Umar, Amirul Mukminin, kepada rakyat Aelia: dia menjamin keamanan diri, harta benda, gereja-gereja, salib-salib mereka, yang sakit maupun yang sehat, dan semua aliran agama mereka. Tidak boleh mengganggu gereja mereka baik membongkarnya, mengurangi, maupun menghilangkannya sama sekali, demikian pula tidak boleh memaksa mereka meninggalkan agama mereka, dan tidak boleh mengganggu mereka. Dan tidak boleh bagi penduduk Aelia untuk memberi tempat tinggal kepada orang Yahudi.”

Setelah itu, Umar melanjutkan perjalanannya ke Yerusalem. Lagi-lagi ia berjalan seperti layaknya seorang musafir biasa. Tidak ada pengawal. Ia menunggang seekor kuda yang biasa, dan menolak menukarnya dengan tunggangan yang lebih pantas.

Di pintu gerbang kota Yerusalem, Khalifah Umar disambut Patriarch Yerusalem, Uskup Agung Sophronius, yang didampingi oleh pembesar gereja, pemuka kota, dan para komandan pasukan Muslim. Para penyambut tamu agung itu berpakaian berkilau-kilauan, sedang Umar hanya mengenakan pakaian dari bahan yang kasar dan murah. Sebelumnya, seorang sahabat telah menyarankannya untuk mengganti dengan pakaian yang pantas, namun Umar berkata bahwa dirinya mendapatkan kekuatan dan statusnya berkat iman Islam, bukan dari pakaian yang dikenakannya. Saat Sophronius melihat kesederhanaan Umar, dia menjadi malu dan mengatakan, “Sesungguhnya Islam mengungguli agama-agama manapun.”

Di depan The Holy Sepulchure (Gereja Makam Suci Yesus), Uskup Sophronius menyerahkan kunci kota Yerusalem kepada Khalifa Umar r.a. Setelah itu Umar menyatakan ingin diantar ke suatu tempat untuk menunaikan shalat. Oleh Sophronius, Umar diantar ke dalam gereja tersebut. Umar menolak kehormatan itu sembari mengatakan bahwa dirinya takut hal itu akan menjadi preseden bagi kaum Muslimin generasi berikutnya untuk mengubah gereja-gereja menjadi masjid. Umar lalu dibawa ke tempat di mana Nabi Daud Alaihissalam konon dipercaya shalat dan Umar pun shalat di sana dan diikuti oleh umat Muslim. Ketika orang-orang Romawi Bizantium menyaksikan hal tersebut, mereka dengan kagum berkata, kaum yang begitu taat kepada Tuhan memang sudah sepantasnya ditakdirkan untuk berkuasa. “Saya tidak pernah menyesali menyerahkan kota suci ini, karena saya telah menyerahkannya kepada ummat yang lebih baik …,” ujar Sophronius.

Umar tinggal beberapa hari di Yerusalem. Ia berkesempatan memberi petunjuk dalam menyusun administrasi pemerintahan dan yang lainnya. Umar juga mendirikan sebuah masjid pada suatu bukit di kota suci itu. Masjid ini sekarang disebut sebagai Masjid Umar. Pada upacara pembangunan masjid itu, Bilal r.a. – bekas budak berkulit hitam yang sangat dihormati Khalifah Umar melebihi dirinya – diminta mengumandangkan adzan pertama di bakal tempat masjid yang akan didirikan, sebagaimana adzan yang biasa dilakukannya ketika Rasulullah masih hidup. Setelah Rasulullah saw wafat, Bilal memang tidak mau lagi mengumandangkan adzan. Atas permintaan Umar, Bilal pun melantunkan adzan untuk menandai dimulainya pembangunan Masjid Umar. Saat Bilal mengumandangkan adzan dengan suara yang mendayu-dayu, Umar dan kaum Muslimin meneteskan air mata, teringat saat-saat di mana Rasulullah masih bersama mereka. Ketika suara adzan menyapu bukit dan lembah di Yerusalem, penduduk terpana dan menyadari bahwa suatu era baru telah menyingsing di kota suci tersebut.

Sumber : k-islamic.blogspot.co.id & majelisribaathulmuhibbin.blogspot.com

Umar RA Sang Khalifah

Umar Bin Khattab sang Khalifah

Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari Ibnu Umar perihal Umar r.a ia berkata: Umar adalah seorang laki-laki dengan kulit putih bersih dengan kemerah-merahan, postur tubuhnya tinggi, kepalanya botak dan beruban.

Dari Ubaid bin Amir ia berkata: “Umar berpostur tinggi jauh melampaui umumnya manusia”

Ibnu Asakir meriwayatkan dari Abi Raja' dia berkata: “Umar memiliki postur tubuh yg sangat tinggi, botak, warna kulit putih kemerahan, kedua tulang pipinya menonjol, bagian depan jenggotnya besar dan di ujungnya ada warna kemerah-merahan”.

Abu Abdillah bin Isa berkata: “Di wajah Umar bin Khattab ada dua garis hitam bekas tangisan”.

Dari Salman, bahwa Umar berkata kepadanya:

 “Apakah saya ini seorang Raja atau Khalifah?”

Salman berkata:“Jika engkau mengambil dari bumi kaum muslimin satu dirham atau lebih lalu engkau pergunakan uang itu bukan pada tempatnya, maka sesungguhnya engkau adalah raja bukan Khalifah”.

Mendengar jawaban itu Umar bin Khattab menangis terisak.

Ibnu Saad juga meriwayatkan dari Sufyan bin Abu Al`Awja' dia berkata, bahwa Umar berkata:

“Demi Allah, saya tidak tahu apakah saya ini seorang raja atau seorang Khalifah dan jika ternyata saya adalah seorang raja maka ini sungguh persoalan besar”.

Seseorang yang hadir di tempat itu berkata: “Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya antara keduanya itu terdapat perbedaan yang besar”

“Lalu apa perbedaannya?” Kata Umar.

“Seorang Khalifah itu tidak mengambil secuil dengan cara yang hak dan tidak mempergunakannya kecuali dengan cara yang hak pula dan engkau adalah seperti itu. Sedangkan seorang raja adalah orang yang melakukan kezhaliman kepada manusia Ia mengambil hak orang lain dengan seenaknya dan memberikan harta yang dia miliki seenaknya pula.” Jawab orang itu, Umar pun terdiam.

Imam Bukhari meriwayatkan dlm kitab Tarikhnya: “Orang yang pertama kali menulis penanggalan Islam adalah Umar bin Khattab pada 2 tahun masa kekhalifahannya. Umar bin Khattab menulis pada tahun 16 Hijriyah berdasarkan usulan yang diberikan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Di zaman Abu Bakar bahwa setiap menulis surat, Abu Bakar memulai dengan kata “Dari Khalifah Rasulullah”. Sedangkan Umar memulainya dengan kalimat: “Dari Khalifahnya Khalifah Rasulullah”. 

Gelar Amirul Mukminin diberikan oleh Adi bin Hatim dan Lubaid bin Rabi'ah tatkala mereka berdua datang menemui Umar sebagai utusan dari Irak, hingga akhirnya Amr bin 'Ash menggelari Umar dengan Amirul Mu'minin dan sejak itulah surat-surat yang dikirimkan Umar menggunakan nama itu. 

Umar bin Khattab mulai memangku khilafah pada hari Selasa tanggal 12 jumadil akhir tahun 13 H. Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab terjadi banyak pembukaan wilayah-wilayah.

Pada tahun 14 H Damascus, Bashrah, Ablah, Baklabakka, Himsh berhasil ditaklukkan. Pada tahun ini pula terawih berjamaah dilakukan, pada tahun 15 H Yordania ditaklukkan, pada tahun ini pula terjadi perang Yarmuk dan Qadisiyah, pada tahun ini pula Umar mendirikan kantor-kantor dan kota Kufah dibangun.

Pada tahun 16 H, kota Al-Majdain dan Al Ahwaz ditaklukkan, pada saat itu Sa'ad melakukan Shalat Jumat di Istana Kaisar Iran. Pada tahun itu pula Kota Tikrit juga ditaklukkan, Shalat Jum'at pertama kali dilakukan di Irak, tepatnya pada bulan Shafar. Pada tahun itu pula, Umar mengadakan perjalanan ke luar dan membuka kota Baitul Maqdis.

Pada tahun 17 H, Umar memperluas Masjid Nabawi. Pada tahun ini pula terjadi paceklik panjang. Kemudian pada tahun 18 H, kota Raha, Haran Nashibin, Simsath ditaklukkan dengan cara damai, sedangkan kota Mosul melalui peperangan. Pada tahun 20 H, Mesir ditaklukkan dengan damai, kecuali Alexandria ditaklukan pada tahun 21 H dengan peperangan. Seluruh wilayah Maghrib ditaklukkan melalui peperangan. Pada tahun ini Turtar ditaklukkan, Kaisar Romawi tewas. Pada tahun 22 H, Azerbaijan ditaklukkan dengan damai, kota-kota seperti Tripoli, Ray, Askar, Qaumas, Hamdzan melalui peperangan. Pada tahun 23 dibuka kota Karman, Sajistan, Makran yang merupakan pegunungan, juga Asfahan dan sekitarnya.

Pada akhir 23 H inilah Umar mati syahid saat ia kembali dari Ibadah Haji. Said bin Al-Musayyib berkata: Tatkala Umar meninggalkan Mina dia berhenti di Abhtah kemudian duduk dan mengangkat tangannya seraya berdoa, “Ya Allah, usiaku telah tua, kekuatanku melemah, rakyatku telah meluas kemana-mana maka kembalikanlah aku keharibaan-MU dalam keadaan tidak menelantarkan mereka dan tidak pula menyia-nyiakan mereka.” Belum usai bulan Dzulhijjah Umar terbunuh. (Diriwayatkan oleh Al-Hakim).

Gaya Kepemimpinan Umar Bin Khattab

MENJADI pemimpin bukanlah perkara mudah, selain dibutuhkan leadership, dalam Islam, pemimpin juga harus kuat iman dan takwanya, sehingga bisa menjadi teladan dan benar-benar bisa bekerja sebagai pelayan rakyat, bukan penikmat kekayaan rakyat.
Ketika seorang pemimpin tidak menguatkan iman dan takwanya, maka ia akan berada dalam situasi tertekan oleh berbagai kepentingan, pada saat yang sama rasa cinta terhadap kursi jabatan kian menguat.

Di saat seperti itulah biasanya seorang pemimpin tidak mau lagi berpikir lurus di jalan lurus. Akibatnya, segala macam kebijakannya senantiasa berbau rasionalisasi. Sebab, hakikatnya memang bukan rakyat yang mau dilayani, tetapi kekuatan lain yang sangat ditakuti. Di sinilah kemudian istilah pencitraan menjadi keniscayaan bagi mereka yang sangat berkeinginan dengan kursi jabatan.

Dalam bukunya, Khulafaur Rasul Shallallahu Alayhi Wasallam, Syeikh Khalid Muhammad Khalid menjabarkan dengan sangat gamblang bagaimana gaya kepemimpinan Umar Bin Khattab Radhiyallahu Anhu. Sosok pemimpin yang tidak melakukan banyak rekayasa pencitraan terhadap dirinya. Tetapi memang benar-benar hadir dan mensolusikan secara nyata setiap persoalan yang menimpa seluruh rakyatnya.

Pertama, Musyawarah

Dalam bermusyawarah, Umar Radhiyallahu Anhu tidak pernah memposisikan dirinya sebagai penguasa. Ia meletakkan dirinya sebagai manusia yang sama kedudukannya dengan anggota musywarah lain.

Ketika ia meminta pendapat mengenai satu urusan, ia tidak pernah menunjukkan bahwa ia adalah pemegang kekuasaan, bahkan Umar selalu menanamkan perasan bahwa mereka adalah guru yang akan menunjukkannya ke jalan kebaikan, menyelamatkannya dari kesengsaraan hisab di akhirat, karena mereka membantunya dengan pendapat-pendapat mereka untuk memperjelas kebenaran.

Kedua, ‘APBN’ untuk Rakyat

Semua kekayaan negara dipergunakan untuk melayani rakyat. Kala itu, sesuai kebutuhan zaman, Umar mendirikan tembok-tembok dan benteng untuk melindungi kaum Muslimin. Umar juga membangun kota-kota untuk mensejahterakan seluruh rakyatnya.

Umar tidak pernah berpikir mengambil kesempatan atau keuntungan dari ‘APBN’ untuk kesenangan diri dan keluarganya. Malah Umar hidup dengan sangat zuhud, sehingga tidak tertarik dengan kemewahan, kenikmatan dan segala bentuk pujian manusia yang mudah kagum dengan harta benda.

Ketiga, Menjunjung tinggi kebebasan. Dalam satu muhasabahnya, Umar berkata pada dirinya sendiri, “Sejak kapan engkau memperbudak manusia, sedangkan mereka dilahirkan ibunya dalam keadaan merdeka?”

Menurut Umar, semua orang memiliki kemerdekaan sejak lahir ke dunia. Umar sama sekali tidak takut akan kebebasan bangsanya, tidak pula khawatir akan mengancamnya, bahkan ia mencintai kebebasan manusia itu sendiri, seperti cinta seorang yang mabuk kepayang serta menyanjungnya dengan penuh ketulusan.

Pemahaman kebebasan menurut Umar sangat sederhana dan bersifat universal. Kebebasan menurutnya adalah kebebasan kebenaran. Artinya, kebenearan berada di atas semua aturan. Kebenaran apa itu? Tentu kebenaran Islam, bukan kebenaran kebebasan yang disandarkan pada logika liberalisme.

Keempat, Siap mendengar kritik

Suatu hari Umar terlibat percakapan dengan salah seorang rakyatnya, orang itu bersikeras dengan pendapatnya dan berkata kepada Amirul Mukminin, “Takutlah engkau kepada Allah.” Dan, orang itu mengatakan hal itu berulang kali.

Lalu, salah seorang sahabat Umar membentak laki-laki itu dengan berkata, “Celakalah engkau, engkau terlalu banyak bicara dengan Amirul Mukminin!”

Menyaksikan hal itu, Umar justru berkata, “Biarlah dia, tidak ada kebaikan dalam diri kalian jika kalian tidak mengatakannya, dan kita tidak ada kebaikan dalam diri kita jika tidak mendengarnya.”

Kelima, Terjun langsung mengatasi masalah rakyatnya

Sangat masyhur (populer) di kalangan umat Islam bahwa Umar adalah sosok pemimpin yang benar-benar merakyat. Tengah malam, saat orang terlelap, ia justru patroli, mengecek kondisi rakyatnya. “Jangan-jangan ada yang tidak bisa tidur karena lapar,” begitu mungkin pikirnya.

Begitu ia menemukan seorang ibu yang anak-anaknya menangis karena lapar, sedangkan tidak ada bahan makanan yang bisa dimasak dan disuguhkan, dengan segenap daya Umar pergi ke Baitul Maal dan memikul sendiri sekarung gandum untuk kebutuhan makan keluarga tersebut.
Seperti itulah, setidaknya setiap pemimpin Muslim di negeri ini. Bekerja atas dasar iman, sehingga tidak ada yang didahulukan selain iman, takwa dan kesejahteraan rakyatnya. Ia ‘blusukan’ malam hari, bukan siang hari apalagi hanya sekedar ingin dilihat orang.

Terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab

Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lu'luah, ia adalah budak Al Mughirah Gubernur Kufah. Ada dua versi tentang kronologi terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Pertama, (Riwayat Ibnu Sa'ad) Umar ketika itu membangunkan Shalat Subuh kaum muslimin, Abu Lu'luah bersembunyi di pojok Masjid di tengah kegelapan dengan memegang pisau besar yg memiliki 2 ujung, tangkai pegangannya ada di tengah. Ketika Umar mendekat ke tempat Abu Lu'luah menikamnya dengan 3 tikaman beruntun. Ia juga menikam 12 orang lainnya, 6 diantaranya meninggal dunia. Versi kedua, Umar ketika waktu itu akan melaksanakan Shalat berkata “luruskanlah shaf kalian” sebelum mengangkat tangan takbiratul ihram, Abu Lu'luah datang, mendekat langsung menikam pundak dan lambung Umar, maka jatuhlah Umar bin Khattab. Abu Lu'luah juga menikam 13 orang lainnya, 6 diantaranya tewas. Abu Lu'luah sendiri akhirnya bunuh diri. Abu Lu’luah membunuh Umar karena memendam dendam karena merasa tidak mendapatkan kebijakan yang adil.

Sebelum wafat, Umar berkata pada anaknya, “Wahai Abdullah, periksa utang-utangku”, Abdullah bin Umar memeriksa utangnya dan dia dapatkan bahwa utang Umar itu adalah 86.000. Umar berkata, “Jika kekayaan keluarga Umar mencukupi untuk membayar utang tadi maka bayarkanlah, jika tidak cukup maka mintalah dari Bani Ady, jika tidak mencukupi juga mintalah dari orang-orang Quraisy.”

Umar juga sempat berkata “Pergilah menemui Ummul Mukminin 'Aisyah dan katakanlah bahwa Umar minta ijin untuk dikuburkan bersama 2 sahabatnya”

Maka Ibnu Umar pergi menemui Aisyah dan mengatakan apa yang dikatakan oleh Umar. Aisyah berkata, “saya menginginkan tempat itu untukku, namun kini saya lebih mementingkan dia daripada diriku”

Ibnu Umar pergi menemui Umar dan berkata “dia memberi ijin”

Mendengar itu Umar bin Khattab memuji Allah SWT. Ketika Umar wafat, orang-orang membawa jenazahnya ke luar menuju rumah Aisyah.  

Orang-orang berkata “Umar bin Khattab meminta izin”

Aisyah berkata, “masuk dan kuburkanlah.”

Kemudian ia dimasukkan dan dikuburkan bersama dua sahabatnya (Rasulullah SAW dan Abu Bakar).

Umar ditikam pada hari rabu di akhir bulan Dzulhijjah dan dia dikuburkan pada awal Muharram, hari Ahad. Umar saat meninggal berusia antara 60-66 tahun. 

Beberapa hal yang dilakukan pertama kali oleh Umar bin Khattab adalah sebagai berikut:

Umar adalah khalifah yg pertama kali menamakan dirinya dengan Amirul Mukminin.

Dia adalah orang yang pertama kali menulis penanggalan Islami diawali dari hijrah Rasulullah SAW.

Dia yang pertama kali memerintahkan shalat tarawih secara berjamaah di bulan Ramadhan. 

Dia yang pertama kali mengawasi kondisi rakyatnya di malam hari. Yang pertama kali mengumpulkan manusia untuk melakukan Shalat Jenazah berjamaah dengan 4 takbir. 

Dia yang pertama kali membangun kantor-kantor administrasi, mengangkat hakim di kota-kota. Membuka dan membangun kota-kota besar seperti Kufah, Bashrah, Jazirah, Syam, Mesir dan Mosul.

Umar adalah yang pertama kali membawa bahan makanan dari Mesir lewat laut Lylah ke Madinah. Umar membuat lumbung yang disimpan tepung gandum, kurma, anggur kering (kismis) dan semua bahan logistik yang diperlukan, dengan lumbung ini dia membantu orang-orang yang kehabisan bekal di perjalanan. Umar membangun lumbung itu di antara Makkah - Madinah yang memudahkan diambil oleh orang yang membutuhkan. Umar jugalah yang menempatkan Maqam Ibrahim pada posisinya seperti saat ini, Maqam Ibrahim sebelumnya menempel dengan Ka'bah. Dia juga yang pertama kali mengucapkan; Athallahu 'Umraka (Semoga Allah memanjangkan umurmu) ungkapan ini dia katakan kepada Sayyidina Ali. Dalam kitab Tahdzib karangan Al Muzanni disebutkan bahwa di cincin Umar bin Khattab terdapat tulisan: “Kafaa bil Mauti waa 'Idhan yaa Umar” (Cukuplah mati sebagai pengingat untukmu wahai Umar).

sumber : muslimmedianews.com & hidayatullah.com

Umar RA Sang Amirul Mukminin

UMAR Bin KHATTAB

Nasab dan Ciri Fisiknya

Ia adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luai, Abu Hafsh al-Adawi. Ia dijuluki al-Faruq.

Ibunya bernama Hantamah binti Hisyam bin al-Mughirah. Ibunya adalah saudari tua dari Abu Jahal bin Hisyam.

Ia adalah seseorang yang berperawakan tinggi, kepala bagian depannya plontos, selalu bekerja dengan kedua tangannya, matanya hitam, dan kulitnya kuning. Ada pula yang mengatakan kulitnya putih hingga kemerah-merahan. Giginya putih bersih dan mengkilat. Selalu mewarnai janggutnya dan merapikan rambutnya dengan inai (daun pacar) (Thabaqat Ibnu Saad, 3: 324).

Amirul mukminin Umar bin Khattab adalah seorang yang sangat rendah hati dan sederhana, namun ketegasannya dalam permasalahan agama adalah ciri khas yang kental melekat padanya. Ia suka menambal bajunya dengan kulit, dan terkadang membawa ember di pundaknya, akan tetapi sama sekali tak menghilangkan ketinggian wibawanya. Kendaraannya adalah keledai tak berpelana, hingga membuat heran pastur Jerusalem saat berjumpa dengannya. Umar jarang tertawa dan bercanda, di cincinnya terdapat tulisan “Cukuplah kematian menjadi peringatan bagimu hai Umar.”

Keistimewaan dan Keutamaannya

– Umar adalah Penduduk Surga Yang Berjalan di Muka Bumi

Diriwayatkan dari Said bin al-Musayyib bahwa Abu Hurairah berkata, ketika kami berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

“Sewaktu tidur aku bermimpi seolah-olah aku sedang berada di surga. Kemudian aku melihat seorang wanita sedang berwudhu di sebuah istana (surga), maka aku pun bertanya, ‘Milik siapakah istana ini?’ Wanita-wanita yang ada di sana menjawab, ‘Milik Umar.’ Lalu aku teringat dengan kecemburuan Umar, aku pun menjauh (tidak memasuki) istana itu.” Umar radhiallahu ‘anhumenangis dan berkata, “Mana mungkin aku akan cemburu kepadamu wahai Rasulullah.”

Subhanallah! Kala Umar masih hidup di dunia bersama Rasulullah dan para sahabatnya, namun istana untuknya telah disiapkan di tanah surga.

– Mulianya Islam dengan Perantara Umar

Dalam sebuah hadisnya Rasulullah pernah mengabarkan betapa luasnya pengaruh Islam di masa Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu. Beliau bersabda,

“Aku bermimpi sedang mengulurkan timba ke dalam sebuah sumur yang ditarik dengan penggerek. Datanglah Abu Bakar mengambil air dari sumur tersebut satu atau dua timba dan dia terlihat begitu lemah menarik timba tersebut, -semoga Allah Ta’alamengampuninya-. Setelah itu datanglah Umar bin al-Khattab mengambil air sebanyak-banyaknya. Aku tidak pernah melihat seorang pemimpin abqari (pemimpin yang begitu kuat) yang begitu gesit, sehingga setiap orang bisa minum sepuasnya dan juga memberikan minuman tersebut untuk onta-onta mereka.”

Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Kami menjadi kuat setelah Umar memeluk Islam.”

– Kesaksian Ali bin Abi Thalib Tentang Umar bin al-Khattab

Diriwayatkan dari Ibnu Mulaikah, dia pernah mendengar Abdullah bin Abbas berkata, “Umarradhiallahu ‘anhu ditidurkan di atas kasurnya (menjelang wafatnya), dan orang-orang yang berkumpul di sekitarnya mendoakan sebelum dipindahkan –ketika itu aku hadir di tengah orang-orang tersebut-. Aku terkejut tatkala seseorang memegang kedua pundakku dan ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib. Kemudian Ali berkata (memuji dan mendoakan Umar seperti orang-orang lainnya), “Engkau tidak pernah meninggalkan seseorang yang dapat menyamai dirimu dan apa yang telah engkau lakukan. Aku berharap bisa menjadi sepertimu tatkala menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Demi Allah, aku sangat yakin bahwa Allah akan mengumpulkanmu bersama dua orang sahabatmu (Rasulullah dan Abu Bakar).

Aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Aku berangkat bersama Abu Bakar dan Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku keluar bersama Abu Bakar dan Umar.”

– Umar adalah Seorang yang Mendapat Ilham

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang mendapat ilham. Apabila salah seorang umatku mendapakannya, maka Umarlah orangnya.”

Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa’ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi. Jika salah seorang dari umatku mendapatkannya, maka Umarlah orangnya.”

– Wibawa Umar

Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar dan yang paling tegas dalam menegakkan agama Allah adalah Umar.” (HR. Tirmidzi dalam al-Manaqib, hadits no. 3791)

Demikianlah di antara keutamaan Umar bin al-Khattab yang secara langsung diucapkan dan dilegitimasi oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah meridhai Umar bin al-Khattab

kisah teladan sejarah Amirul Mukminin khalifah sayyidina Umar bin Khattab

Biografi sejarah riwayat hidup sosok sahabat Nabi Muhammad SAW  yang paling keras dan tegas dalam menegakan agama islam  adalah Khalifah Umar bin Khattab ra.patut di teladani  kepemimpinanya oleh para pemimpin dunia khususnya pemimpin indonesia yang sebagian pemimpinnya diisi oleh para pemimpin koruptor.Sobat semua termasuk rakyat indonesia merindukan sosok pemimpin yang mencintai rakyatnya.. Dimana pemimpin itu sekarang ????  

Umar bin Khattab  dikenal sebagai Khulaffaur Rasyidin ke dua setelah Sayyidina Abu Bakr as-Siddiq, tapi kepemimpinan sayyidina Umar bin Khattab ra. tercatat dalam sejarah islam sebagai Amirul Mukminin.

Kisah sejarah riwayat hidup umar bin Khattab ketika menjadi seorang muslim adalah salah satu hal yang paling menyentuh hati dimana Umar Ibn al-Khattab merupakan musuh yang paling ganas dan beringas, menentang Nabi Muhammad dan Agama Islam habis-habisan namun dengan hidayah dari Alloh SWT  mendadak Umar Ibn al-Khattab memeluk agama baru itu dan berbalik menjadi pendukung gigih.Hidayah itu datang dari keluarganya sendiri yaitu dari fatimah adiknya yang didapatinya bersama suaminya, serta seorang sahabat sedang membaca Al Quran ayat yang dibacakan adalah surat Thaha

Gemetarlah sekujur tubuh Sayidina Umar setelah membaca surat tersebut.  Sayidina Umar bin Khattab pun masuk islam  Sikap keras, tegas dan tidak pernah takut beliau gunakan untuk membela islam, yang awalnya untuk menentang islam. Beliaulah sahabat Rasul yang mencanangkan untuk berdakwah secara terang-terangan.

Salah satu bentuk kecintaan Sayidina Umar kepada Rasul adalah ketika Rasulullah wafat. Beliau tak percaya bahwa Rasul wafat, Umar marah ketika ada yang mengatakan Rasulullah wafat, hingga akhirnya beliau percaya ketika Sayidina Abu Bakar berkata bahwa Rasulullah Wafat.Beberapa Sikap teladan Umar bin Khattab adalah menolak untuk dijadikan pemimpin Khalifah mencerminkan beliau bukan orang yang ambisius untuk jadi raja dan kekuasaan ketika diminta untuk dijadikan Khalifah Amirul Mukminin.

Sikap beliau pada keluarganya, beliau berprinsip bahwa keluarga Umar adalah teladan bagi rakyatnya. Ketika beliau membuat peraturan baru, beliau merundingkan bersama keluarganya dan jika keluarga Umar yang melanggar akan mendapat hukuman 2 kali lipat. Kesederhanaan beliau patut jadi teladan , beliau hanya mempunyai dua buah jubah. Bahkan jubah satunya adalah milik anaknya. Pernah beliau terlambat untuk shalat jumat. Ternyata jubah beliau belum kering sehingga beliau menunggu jubahnya kering.

Di masa kekalifahan beliau, Mesir dipimpin oleh seorang Gubernur yang kehidupannya sangat kaya bagaikan kaisar. Ia bernama Amr bin Ash. Saat itu sang gubernur ingin membangun sebuah masjid, tetapi diwilayah akan dibangunnya masjid ada gubuk reyot milik seorang yahudi. Sang gubernur meminta agar yahudi itu menjual rumahnya karena akan dibuat sebuah masjid. Yahudi itu tidak mau karena disanalah ia hidup sampai sekarang ini. Akhirnya sang gubernur ingin menggusur gubuk itu. Pergilah yahudi, ingin menemui sang khalifah, untuk mengadukan hal ini.

Di sepanjang jalan menuju Madinah, Yahudi itu berpikir bagaimana sosok sang khalifah, apakah ia sama sikapnya dengan sang gubernur. Hingga akhirnya ia sampai di kota Madinah. Ia bertemu dengan seorang pria yang duduk di bawah pohon kurma. Ia bertanya, “ Wahai tuan, tahukah anda dimana khalifah?”.Lelaki itu menjawab, “Ada apa kau mencarinya?”. “Aku ingin mengadukan sesuatu.” Jawabnya. Ia bertanya lagi, “Dimanakah istananya?”. “Ada diatas lumpur.”jawab lelaki itu. Yahudi itu bingung atas jawabannya kemudian ia bertanya lagi, “Lalu, siapa pengawalnya?”. “Pengawalnya orang-orang miskin, anak yatim dan janda-janda tua.”. Yahudi itu brtanya lagi, “Lalu pakaian kebesarannya apa?”. “Pakaian kebesarannya adalah malu dan taqwa.” Yahudi itu bertanya lagi,”Dimana ia sekarang?”. Lelaki itu menjawab, “Ada di depan engkau.” Sungguh kaget Yahudi itu. Ternyata yang sejak tadi ia tanya adalah seorang Khalifah, ia ceritakan segala apa yang dilakukan oleh Gubernur Mesir padanya.
Setelah selesai bercerita, Khalifah Umar menyuruh Yahudi itu menggambil tulang unta di tumpukan sampah. Yahudi itu kebingungan, bukankah ia menemui khalifah untuk mencari keadilan, bukan untuk mencari tulang unta. Diambillah tulang itu, Khalifah Umar Amirul Mukminin ini membuat garis lurus diatas tulang itu.kemudian menyuruh Yahudi itu pulang. Di perjalanan pulang, ia semakin kebingungan, untuk apa tulang ini.

Sesampainya di Mesir, ia menyerahkan tulang itu. Gemetar tangan Amr bin Ash memerimanya. Gubernur langsung membatalkan pembangunan masjid itu. Serta mengembalikan hak Yahudi itu. Yahudi itu semakin bingung. Bertanya ia pada sang gubernur. Gubernur menjawab, “Apakah kau tidak tahu? Ini nasihat pahit dari amirul mukminin. Beliau berkata, Hai Amr bin Ash jangan mentang-mentang kau berkuasa, belum menjadi tulang seperti ini. Sebelum kau menjadi tulang ini, bertindaklah yang lurus dan adil seperti garis di tulang ini. Atau jika tidak, pedangku yang akan meluruskanmu.”
Yahudi itu mengucapkan syahadat dan ia mengikhlaskan gubuknya sebagai area masjid. Itulah Khalifah Umar, seorang Yahudi masuk islam berkat keadilan dari Umar

Sayidina Umar berkata, “Bagaimana seorang pemimpin memahami nasib rakyatnya jika pemimpin itu belum merasakannya sendiri.” Itulah Sayidina Umar, seorang pemimpin yang berjiwa pemimpin. Seorang yang mengambil urusan dunia seperlunya dan mengutamakan urusan akhirat. Seorang pahlawan yang paling depan di medan perang, seorang imam yang khusyu dalam shalat, paling berani dan kuat tetapi mudah menangis ketika beliau membaca dan mendengar ayat-ayat Al Quran.

sumber : kisahmuslim.com & tipstriksib.blogspot.com